Gambar Sampul Bahasa Indonesia · o_Pelajaran 15 Energi
Bahasa Indonesia · o_Pelajaran 15 Energi
EKusnadi, dkk

24/08/2021 12:25:45

SMA 11 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

211211

211211

211

Energi

Pada Pelajaran 15 ini kamu akan mempelajari serta menguasai

beberapa kemampuan berbahasa berikut ini.

1. Kemampuan membaca hikayat. Sebuah hikayat tersaji di awal

pembelajaran ini harus kamu baca dengan baik. Setelah itu, kamu

diharapkan mampu menjawab sejumlah pertanyaan isi hikayat

tersebut.

2. Kemampuan menulis notulen rapat. Dalam pembelajaran ini,

kamu harus mampu menulis notulen rapat dengan baik. Bacalah

terlebih dahulu penjelasan langkah-langkah menulis notulen

rapat.

3. Kemampuan mendengarkan pembacaan cerpen. Dalam

pembelajaran ini, sebuah cerpen yang tersedia harus kamu simak

dengan baik. Kemudian, kamu diharapkan mampu menjawab

sejumlah pertanyaan tentang isi cerpen tersebut.

Pelajaran

Pelajaran

15

15

212212

212212

212

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

A

Membaca Hikayat

1. Membaca Hikayat

Bacalah ikhtisar

Hikayat Panji Semirang

berikut ini!

Hikayat Panji Semirang

Pemegang peranan:

1. Raden Inu Kertapati: putra Raja Kuripan (Kahuripan) yang

dipertunangkan dengan putri sulungnya Raja Daha, putri paman-

nya, Galuh Cendra Kirana. Pertunangannya menemui kesulitan-

kesulitan karena Galuh Ajeng, anak selir Ratu Daha yang ke-2,

Paduka Liku, menaruh hati juga kepada Raden Inu.

2.

Galuh Cendra Kirana: karena iri hati adiknya, ia meninggalkan

istana dengan Maha Dewi, ibu tirinya. Ia menyamar sebagai seorang

laki-laki dengan nama samaran Panji Semirang. Setelah meng-

hadapi ujian berat, bertemu jugalah ia dengan tunangannya, Raden

Inu, yang diakhiri dengan perkawinan.

3. Galuh Ajeng: Putri Paduka Liku, selir Ratu Daha yang ke-2. Ia

dengan ibunya berhasil merampas tunangan kakaknya. Dalam

perkawinan ia menemui ketidakpuasan, karena selalu

dikesampingkan dan sama sekali tak dihiraukan oleh suami

rampasannya, Raden Inu Kertapati.

Riwayat:

Kata yang empunya cerita, tersebutlah perkataan di dalam Kayangan

hendak membuat lelakon, supaya menjadi cerita, karena pada tatkala

itu alam dunia pun belum ramai dan belum begitu banyak manusia,

bermu

fakatlah penduduk Kayang

an hendak turun ke dalam dunia,

supaya menjadi panjang lelakon ceritanya.

Setelah bermufakat itu lalu masing-masing menjelma dan turunlah

ke dalam dunia.

Setengah di antara mereka itu masuk ke dalam empat orang ratu,

yaitu Ratu Kuripan, Ratu Daha, dan Ratu Gegeleng dan ke dalam tuan

Putri Beko Gandasari di Gunung Wilis, yang sedang duduk bertapa di

situ.

Jalan cerita:

Dua buah kerajaan dari dua orang kakak beradik, Ratu Daha dan

Ratu Kuripan merupakan dua hal jauh berbeda. Ratu Daha saudara

yang tertua, ialah seorang tokoh manusia yang tidak teguh

pendiriannya. Setiap kali ia dapat mengubah pendiriannya, karena

hasutan selirnya Paduka Liku, ibu Galuh Ajeng. Apalagi setelah ibu

Cendra Kirana meninggal dunia, karena tapai beracun yang diberikan

Paduka Liku. Untuk mendinginkan kemarahan raja. Paduka Liku

mencarikan guna-guna, sehingga kasih raja berpindah kepadanya.

Galuh Ajeng dimanjakan. Dalam semua hal ia ingin didahulukan.

Adiknya, Raja Kuripan, merupakan seorang tokoh yang berhati-

hati dalam segala tindakannya. Tak putus dari berpikir panjang lebar

213213

213213

213

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

sebelum ia berbuat sesuatu. Putranya hanya seorang yaitu Raden Inu

Kertapati, yang akan dipertunangkan dengan putri saudaranya, Galuh

Cendra Kirana. Saudaranya yang lain adalah Ratu Gageleng. Ia berputra

seorang pula, Raden Singa Menteri, yang suka dipuji dan disanjung.

Segala-galanya akan diberinya asal ia dipuji sebagai seorang yang

tampan dan gagah, yang melebihi orang lain. Saudaranya yang seorang

lagi ialah Biku Gandasari, seorang perempuan, menyisihkan diri dari

keduniawian dan bertapa di Gunung Wilis.

Pada suatu seketika, Raden Inu mengirimkan dua buah boneka.

Sebuah dari pada emas yang dibungkus dengan kain biasa, sedang yang

lain daripada perak, tetapi dibungkus dengan kain sutera yang mahal

harganya. Tentulah Galuh Ajeng yang dapat memilih lebih dahulu dan

tentu pula ia akan memilih apa yang terbungkus dengan kain sutera

itu.

Setelah ia mengetahui, bahwa boneka Cendra Kirana terbuat dari

pada emas ia merajuk kepada ibu dan ayahnya untuk ditukar. Tetapi

bagaimanapun juga ayah memaksanya, namun boneka emas itu tak

juga diserahkan oleh Galuh Cendra Kirana. Kemarahan ayahnya timbul,

sehingga rambut Galuh Cendra Kirana diguntingnya. Sejak itulah ia

merasa, bahwa hidup di istana merupakan hidup di bara api.

Apalagi sudah ternyata, bahwa ayahnya telah membencinya. Pada

suatu malam ia melarikan diri dengan ibu tirinya, selir raja yang

pertama, Mahadewi, bersama-sama dengan dua orang pengiringnya

Ken Bayan Ken Sengit. Di daerah antara perjalanan Daha dan Kuripan

ia mendirikan sebuah keraton, sedang namanya diubah dengan Panji

Semirang Asmarantaka. Begitu juga dengan dua pengiringnya

menyamar pula sebagai orang laki-laki dan namanya pun berubah. Ken

Bayan dengan Kuda Perwira sedang Ken Sengit dengan Kuda Peranca.

Kerajaan baru itu makin besar, karena keberanian kedua orang

pengiring Panji Semirang yang merampas harta benda orang yang lalu

di situ. Utusan Raja Kuripan ke Daha dapat pula dikalahkan, sehingga

Raden Inu sendirilah yang datang untuk menuntut balas. Tetapi apa

yang terjadi?

Setelah Raden Inu melihat wajah Panji Semirang, ia terpesona dan

tak kuasa pula untuk menuntut balas. Malahan terjadi suatu

persahabatan. Dengan demikian, Raden Inu dapat meneruskan

perjalanannya ke Daha untuk melangsungkan perkawinannya dengan

Galuh Cendra Kirana. Bukan kesenangan dan kegembiraan, tetapi

penyesalan dan kekecewaan yang didapatinya di Daha, karena Galuh

Cendra Kirana sudah tak ada di sana. Walaupun demikian perkawinan

itu dilangsungkan juga dengan Galuh Ajeng, karena permintaan yang

keras dari ibunya, Paduka Liku, kepada Ratu Daha. Perkawinan itu

tidak membawa kebahagiaan kedua belah pihak, karena tak ada benih

cinta dan senang yang tertanam di dalamnya. Malahan Raden Inu mulai

curiga, bahwa Panji Semirang itu ialah kekasihnya, Galuh Cendra

Kirana. Daha ditinggalkannya untuk menyusul Panji Semirang di

kerajaan baru itu bersama-sama dengan 3 orang pengiringnya: Jeruje

Kartala, Persanta, dan Punta.

Kekecewaan yang kedua tak dapat pula ditolaknya. Kerajaan baru

itu sudah kosong. Panji Semirang dengan pengiring-pengiring-nya telah

214214

214214

214

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

meninggalkan tempat itu menuju Gunung Wilis, tempat pertapaan

bibinya. Raden Inu hanya mendapatkan Mahadewi, yang tidak dibawa

dalam perjalanan pindah karena sudah tua. Ia didapatinya sedang

menangis. Perkataannya yang keluar mengatakan, bahwa Panji

Semirang memanglah Galuh Cendra Kirana, putri Ratu Daha. Setelah

Mahadewi diantarkan ke Daha kembali, berangkatlah Raden Inu

menyusul kekasihnya dengan nama samaran Panji Jayeng Kesuma.

Dalam perjalanannya Panji Semirang meninggalkan pakaian laki-

lakinya. Puspa Juwita dan Puspa Sari, kedua putri pemberian Raja

Mentawan yang kalah perang terkejut. Mereka baru mengetahui, bahwa

Panji Semirang adalah seorang perempuan. Setelah merintis hutan dan

gunung sampailah mereka ke pertapaan Biku Gandasari di Gunung

Wilis. Mereka disambut dengan ramah tamah. Beberapa hari mereka

tinggal di pertapaan itu. Pada suatu hari Biku Gandasari menyampaikan

kata kepada kemenakannya, bahkan cita-citanya akan sampai juga kalau

ia pada hari itu berangkat meninggalkan pertapaannya dan menyamar

sebagai seorang gambuh (= penari) Panji Semirang dan pengiringnya

mengenakan pakaian laki-laki lagi. Galuh Cendra Kirana mengubah

namanya lagi dengan Gambuh Warga Asmara.

Banyak sudah negeri yang didatangi dan di mana-mana Gambuh

mendapat sambutan yang hangat. Akhirnya sampailah mereka ke

Gageleng, kerajaan pamannya. Di daerah itu mereka mempertunjukkan

kegambuhannya.

Dalam perjalanannya Raden Inu atau Panji Jayeng Kesuma sudah

beberapa hari tinggal di kerajaan Gageleng. Raden Inulah yang

menambah menggilakan Raden Singa Menteri yang gila sanjung dan

dipuji itu. Banyak pegawai istana yang beruntung karena hadiah Raden

Singa Menteri karena pujian-pujian, bahwa ia lebih gagah dan tampan

dari pada Raden Inu, sepupunya.

Dari pengiring-pengiringnya Raden Inu mendengar, bahwa

Gambuh Warga Asmara baik sekali bermain. Mereka minta, agar

gambuh itu dapat pula bermain di istana. Rupa Gambuh Warga Asmara

menerbitkan prasangka lagi pada Raden Inu. Dalam hatinya ia

menyatakan bahwa Gambuh itu Panji Semirang. Tetapi beberapa kali

dinya-takan Gambuh Warga Asmara tetap menjawab, bahwa ia tidak

kenal kepada Panji Semirang.

Walaupun demikian tak putus-putus Raden Inu untuk mengamat-

amati Gambuh itu. Rahasia itu lama-lama terbuka juga. Tiap-tiap malam

sebelum tidur, boneka emas, pemberian Raden Inu dahulu, selalu

ditimang-timang dan dibelai-belai dengan rasa kasih sayang. Pada suatu

malam Raden Inu dapat melihat hal itu dalam intaiannya. Dengan tiada

menanti lagi dipeluknya Gambuh itu, yang tiada lain daripada Cendra

Kirana yang telah lama dikejar-kejar dan dicari-carinya.

Perkawinannya dilangsungkan di Kerajaan Kuripan. Dalam

perkawinan itu diundang juga Ratu Gageleng dan Raja Daha beserta

Paduka Liku dan Galuh Ajeng. Galuh Ajeng menangis pula dengkinya,

karena istri Raden Inu Kertapati tiada lain, selain Galuh Cendra Kirana.

Akhirnya ia dikawinkan dengan Raden Singa Menteri, putra Raja

Gageleng, yang gila puji itu dan sanjung itu.

215215

215215

215

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

2

Sasaran Kompetensi

1

Paduka Liku sudah tidak menjadi impian dan kekasih Raja Daha

lagi, karena kekuatan guna-gunanya sudah luntur. Mahadewilah yang

diangkat menjadi permaisuri.

Selanjutnya tampuk pimpinan Kerajaan Kuripan dan Daha

dikendalikan oleh Raden Inu Kertapati bersama-sama dengan permai-

surinya Galuh Cendra Kirana.

Ikhtisar Roman,

1983:11

1. Hikayat termasuk karya sastra lama. Mengapa digolongkan ke

dalam karya sastra lama?

2. Sebutkan ciri-ciri karya sastra lama!

3. Apa isi yang terkandung dalam

Hikayat Panji Semirang

itu?

4. Apa tujuan penulis mengisahkan

Hikayat Panji Semirang

?

5. Tuliskan pesan moral yang terkandung dalam cerita tersebut!

Carilah karya sastra berbentuk hikayat (judul bebas)!

Tentukan:

1. mengapa hikayat dikategorikan sebagai bentuk sastra?

2. apa isi yang terkandung dalam hikayat?

3. apa tujuan dituliskannya cerita berbentuk hikayat?

2. Karakteristik Hikayat

Kita mengenal berbagai bentuk karya sastra prosa, misalnya

dongeng, legenda, hikayat, roman, novel, drama, cerpen, dan

lainnya. Setiap bentuk karya sastra memiliki karakteristik atau ciri

khas yang berbeda antara bentuk yang satu dengan bentuk lainnya.

1. Bentuklah kelompok diskusi antara tiga sampai lima orang!

2. Diskusikan tentang:

a. pengertian hikayat;

b. pokok cerita hikayat;

c.

bahasa yang digunakan;

d. ciri khas hikayat; dan

e. kebudayaan yang mempengaruhi hikayat.

3. Bacakan hasil diskusi kelompok kamu di depan kelas!

4. Antarkelompok saling menanggapi!

216216

216216

216

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

3

B

Menulis Notulen Rapat

Pada pembelajaran yang lalu kamu telah memahami pengertian,

fungsi, dan format suatu notulen. Pada pembelajaran kali ini kamu

diharapkan mampu menulis suatu notulen rapat secara lengkap dan

tepat dari suatu rapat yang kamu ikuti. Agar kamu dapat menulis

notulen secara baik, kamu dapat memperhatikan hal-hal berikut.

1. Tentukan terlebih dahulu format notulen yang lengkap sesuai

kondisi dan keperluan rapat!

2. Catat seluruh proses rapat yang kamu ikuti apa adanya dengan

tidak menambah atau mengurangi. Dalam suatu rapat terkadang

terjadi suatu perdebatan yang sengit untuk mengambil suatu

keputusan, posisikan kamu hanya sebagai pencatat. Tulis apa

adanya pertanyaan dan perdebatan yang terjadi antarpeserta rapat!

3. Catat kesimpulan atau kesepakatan yang terjadi dalam rapat

tersebut secara cermat, meskipun secara pribadi kamu tidak

menyukai keputusan tersebut!

4. Tulislah notulen tersebut secara rapi, dengan memperhatikan

penulisan kalimat dan penggunaan bahasa yang mudah dipahami,

serta penggunaan tanda baca yang tepat.

Sebagai pelatihan, adakan sebuah rapat di kelas kamu dengan

langkah berikut.

1. Pilih dan tunjuk dua orang teman kamu untuk menjadi

pemimpin rapat, pemandu acara!

2. Bahaslah dalam rapat tersebut sebuah topik ”Pertanggung-

jawaban Kinerja Pengurus Kelas” yang sedang berlangsung

selama ini!

3. Sebelum rapat dimulai, pemandu acara sebaiknya meminta

persetujuan terlebih dahulu dalam menyusun acara rapat. Hal

ini perlu agar berjalan dengan lancar. Misalnya jika dalam rapat

tersebut seluruh seksi kepengurusan kelas dimintai

pertanggungjawaban kinerjanya, sebaiknya mereka

mempersiapkan terlebih dahulu hal-hal yang ingin mereka

utarakan dalam rapat tersebut!

4. Bahaslah dalam rapat kelas tersebut evaluasi kinerja pengurus

untuk perbaikan kinerja pengurus kelas selanjutnya!

5. Sebagai bahan pelatihan, setiap peserta rapat diharapkan

mampu mencatat seluruh proses rapat tersebut secara cermat!

6. Buatlah notulen rapat tersebut secara lengkap dan tepat

berdasarkan catatan yang berhasil kamu lakukan dan tulislah

dalam format notulen yang telah kamu tentukan sebelumnya!

217217

217217

217

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

C

Mendengarkan Pembacaan Cerpen

Simaklah pembacaan cerpen yang akan dilakukan oleh teman kamu di depan

kelas!

Di Atas Kereta Rel Listrik

Hamsad Rangkuti

Di atas kereta rel listrik, aku sedang memanfaatkan jasa

perjalanannya untuk pulang. Penumpang tidak banyak. Dua bangku

panjang menempel di kedua dinding gerbong diduduki hanya beberapa

penumpang. Di sebelahku duduk seorang gadis remaja. Di sebelah yang

lain, tidak ada penumpang. Sedang di seberang kami, persis berada di

depanku, duduk seorang remaja yang tampak segar dan bergembira,

membawa kotak kardus bergambar pesawat elektronik,

tape recorder

.

Dari kotak kemasannya yang baru kelihatan kalau

tape recorder

itu baru

saja dibeli.

Kereta rel listrik itu memperlambat jalannya dan berhenti di sebuah

stasiun yang sedang disinggahinya. Tiga pintu katup di salah satu

dindingnya terbuka secara otomatis. Seorang remaja sekolah menengah

umum naik dan duduk di sebelahku. Kemudian ketiga pintu katup itu

tertutup kembali secara otomatis dan kereta rel listrik itu pun

melanjutkan perjalanannya.

Tidak lama setelah itu, sekawanan remaja sekolah menengah umum

seusia anak yang duduk di sebelahku itu muncul dari gerbong yang

berada di depan gerbong kami. Mereka masuk dengan sikap beringas

dan tidak menunjukkan sikap sopan. Inilah awal malapetaka itu.

Melihat kedatangan sekawanan anak sekolah itu, anak laki-laki

yang baru naik itu dan yang duduk di sebelahku, jadi gelisah. Dia

bergeser rapat ke dekatku.

”Tolong lindungi saya, Pak,” katanya. ”Saya sama sekali tidak

terlibat perkelahian itu. Saya tidak ikut-ikutan.”

Dia semakin cemas dan gelisah. Mungkin dia menyadari kalau dia

sedang berhadapan dengan bahaya, dan ia sudah terperangkap di

antara langit-langit dan dinding gerbong. Tak ada tempat untuk

menghindar. Pindah ke gerbong lain sudah tidak mungkin. Gerbong

yang kami tumpangi adalah gerbong terakhir.

Sedangkan kalau dia mau pindah ke gerbong berikutnya, itu sama

artinya menyongsong kedatangan mereka. Satu-satunya jalan untuk

menghindar, tetapi tidak mungkin, melompat lewat jendela. Maka

pilihan terbaik menurut dia, adalah berlindung kepadaku.

”Murid-murid di sekolah kami berkelahi dengan murid-murid di

sekolah mereka. Ada tiga korban yang terbunuh dari pihak mereka. Saya

tidak ikut-ikutan dalam perkelahian itu. Tolong lindungi saya, Pak.”

”Kalau begitu persoalannya, duduklah dengan tenang di sebelah

Bapak. Tak ada yang perlu dicemaskan. Bersikaplah seolah kau adalah

anak Bapak.”

218218

218218

218

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

”Terima kasih,” katanya.

Namun semuanya terjadi di luar perhitunganku. Dan tak dapat

dihindarkan, mereka pun melihat anak itu dan dapat menandai dari

seragam sekolah yang dikenakannya. Seorang dari mereka datang ke

arah kami, mencengkram dan merenggut kerah baju di bagian lehernya.

Terdengar benang tetas di bagian kerah yang direnggut itu. Mereka

menyeretnya dari sisiku. Aku langsung bertindak mence-gahnya. Tetapi

mereka mendorongku dengan kasar, membiarkan aku terjungkal di

atas lantai. Kemudian dengan brutal mereka melakukan penganiayaan

padanya. Sekarang gerbong berubah menjadi arena penyiksaan.

”Saya tidak ikut-ikutan,” kata anak yang disiksa itu dalam rintihnya.

Seragam sekolah yang dipakainya direntap mereka dan sobek

memanjang memperlihatkan baju dalamnya. Darah menetes dari

bibirnya. Melihat penyiksaan itu aku tak bisa berdiam diri. Aku bangkit

dan bertindak mencegah-kesewenang-wenangan mereka.

”Apa permasalahannya. Mari kita selesaikan dengan baik-baik.

Jangan bertindak seperti itu. Siapa tahu dia bukanlah orang yang kalian

maksud.”

”Bapak jangan ikut campur,” kata salah seorang dari mereka. ”Dia

memang besi lancip seperti obeng. Siapa pun di antara kalian yang

mencoba ikut campur, kami tidak akan segan-segan melukainya. Tiga

teman kami mereka bunuh dengan cara yang kejam. Tanda pengenal

sekolah mereka, mereka ikat di leher teman-teman kami itu seperti dasi

kematian. Kekejaman harus dibalas dengan kekejaman yang sama.”

katanya lagi.

”Aku tidak ikut berkelahi. Aku tidak ikut membunuh. Aku hanya

dari sekolah yang sama. Tolong, jangan bunuh aku,” kata anak itu.

”Diam! Tiga teman kami telah kalian bunuh dengan cara yang

kejam. Apapun yang kau katakan sekarang, aku tidak percaya. Kau

dusta! Sekarang jangan coba-coba berlindung di balik kata-kata

bohongmu!”

”Biarkan dia bicara, supaya jelas duduk soalnya,” kataku.

”Diam kau orang tua!” hardik mereka. Sebuah tendangan yang luar

biasa kuatnya menghantam mukaku. Aku tersungkur di lantai. Ceceran

darah terasa hangat menjalar di bawah hidungku. Salah seorang dari

mereka menghunus belati, diarahkan kepadaku. Sementara anak yang

menendang mukaku, mengayunkan ujung tajam sepotong besi

penghancur es, dalam jarak yang sedemikian dekatnya benda tajam

itu semakin dekat. ”Ini adalah perkelahian antarpelajar! Orang tua tak

perlu ikut campur. Mengerti!”

Anak gadis yang duduk di sebelahku bergegas menghampiriku dan

melindungiku dari amukan mereka. Memapahku ke tempat duduk

semula. Dikeluarkannya kertas tissu, dihapusnya darah yang menetes

di bibirku.

”Semuanya yang ada di sini jangan coba-coba ikut campur. Ini

perkelahian antarpelajar. Sebaiknya kalian duduk saja di bangku kalian

dengan tenang dan saksikan pembalasan ini.”

219219

219219

219

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

Salah seorang dari mereka merobek seragam sekolahnya sendiri

dalam satu sobekan panjang, mengambil tanda pengenal sekolah yang

menempel di lengan bajunya. Cabikan panjang itu dia lilitkan di leher

anak laki-laki itu seperti simpul sebuah dasi. ”Biar mereka tahu yang

melemparkannya dari atas kereta listrik ini. Hanya tinggal beberapa

detik saja lagi, dendam akan terbalas! Dia berpaling ke arah pintu. ”Buka

pintu!”

Murid-murid sekolah menengah umum itu memasukkan alat

pencongkel ke bagian celah tempat bertemunya kedua daun pintu katup

itu. Alat pencongkel itu mereka tekan ke satu arah dan pertemuan kedua

daun pintu katup merenggang. Sebuah celah tegak lurus tercipta di

tengah bingkai pintu. Dua kekuatan yang berlawanan memperlebar

celah itu. Dan sekarang, bingkai pintu kereta rel listrik itu terbuka lebar.

Angin keras mendesak masuk melalui pintu yang telah terbuka itu,

lalu menyerang muka para penumpang, mempermainkan ujung baju,

dan menyisir rambut. Angin membawa masuk bau perkampungan

miskin yang padat yang tumbuh sepanjang kedua sisi rel. Pemandangan

itu menyentak dan menyadarkanku. Anak laki-laki itu berada di

ambang kematiannya. Aku mencium bau kematian itu. Dan sekarang,

kulihat mereka menyeret anak laki-laki itu ke arah pintu. Aku ambil

keputusan yang amat sangat mengandung resiko. Tidak akan aku

biarkan pintu kereta rel listrik itu menjadi lobang menuju kematiannya.

Maka tak ada yang bisa kulakukan kecuali meminta belas kasihan

mereka. Aku melompat dan merangkul kedua anak laki-laki yang

memegang besi penghancur es. Aku menangis memohon belas kasihan

kepadanya, meminta agar dia dan kawan-kawannya mengurungkan

niat mereka.

Tetapi mereka telah menjadi iblis. Dengan beringas dia tendang

tubuhku. Membiarkan aku terjungkal di lantai. Aku segera bangkit,

merangkak mendekati kedua kaki yang terseret itu. Merangkulnya,

menahan kedua kaki itu di dalam dekapanku sekuat tenaga. Aku tidak

ubahnya seperti lantai kereta rel listrik itu kedua kaki yang berada di

dalam dekapanku adalah tang yang melekat di atas gerbong itu. Aku

sekarang tak ubahnya seperti hewan yang terseret di ujung seutas tali

yang ditarik pemiliknya. Pada saat seperti itulah, mereka meletakkan

tapak-tapak sepatu mereka di bahuku, menahan tubuhku saat mereka

mencabut kedua kaki itu. Kedua kaki itu terlepas dalam rentapan

tangan-tangan mereka. Sebelah dari sepatu yang dikenakannya

tertinggal di dalam dekapanku, seperti umbi patah di batangnya, saat

dicabut dari tanah. Setelah itu, mereka seret anak laki-laki itu ke pintu,

mereka lemparkan keluar gerbong.

Jerit kematian terdengar menyudahi eksekusi itu. Kemudian pintu

kereta rel listrik itu terkatup kembali. Tak terdengar ada suara setelah

itu. Kemudian pintu kereta rel listrik itu terkatup kembali. Tak terdengar

ada suara setelah itu, kecuali bunyi roda bergelinding di bawah lantai,

melindas sambungan rel yang renggang di kedua rentangannya,

memperjauh jarak antara sepatu dan pemiliknya.

Maut tak bisa dilawan. Hidup untuk masa yang singkat. Semuanya

tentu akan menghembuskan nafas penghabisan. Kematian datang

220220

220220

220

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

dengan caranya. Sangat beragam. Rencana Tuhan tak pernah bisa

diterka. Semua telah menjadi kemauan takdir.

***

Di atas rel kereta listrik itu, di gerbong terakhir yang kami naiki,

telah berkurang satu penumpang. Tak ada di antara kami yang bicara.

Kami seperti orang-orang kalah. Semua membisu. Tergambar duka

yang tak terlukiskan. Semua tergoncang oleh peristiwa pembunuhan

itu. Sangat mengejutkan. Mencekam dalam kengerian yang teriris.

Mungkin karena itu pulalah penyebab segalanya maka tiba-tiba anak

muda yang membawa

tape recorder

itu mengatasinya dengan cara yang

aneh. Dia tiba-tiba berdiri dan berkata lantang.

”Bapak-bapak. Ibu-ibu, Rekan-rekan, mari kita lupakan sejenak

segala duka, perih, kepengecutan kita. Sekarang mari kita bergembira.”

Dikeluarkannya

tape recorder

itu dari dalam kotak pembungkusnya.

Kami semua memperhatikannya.

”Saudara-saudaraku sekalian, marilah kita kendorkan sejenak

ketegangan syaraf kita. Mari kita lupakan sejenak segala teror yang

diberondongkan kepada kita. Mari kita lupakan sejenak segala

kesewenang-wenangan. Segala kekejaman. Kebengisan. Dan

kebrutalan. Aku dan kekasihku baru saja membeli sebuah

tape recorder

.

Suaranya sangat bagus. Sekarang, mari kita bergembira.”

Dikeluarkannya

tape recorder

itu dari dalam kotak pembungkusnya.

Dimasukkannya sebuah pita rekaman. Dipencetnya sebuah tombol di

sana dan dalam volume tinggi, mengumandanglah sebuah lagu. Dia

raih tangan kekasihnya yang duduk bersamanya. Diajaknya berdiri.

Dan keduanya pun menari. Mereka menari di atas kereta rel listrik yang

sedang berjalan laju.

”Ayo semua menari,” ajaknya. ”Mari kita lupakan sejenak segala

duka. Duka yang diakibatkan segala macam kekerasan. Duka yang

terjadi di ladang-ladang pembantaian. Mari kita menari. Mari kita

lupakan sejenak semua itu. Mari kita menari bersama.”

Melihat tingkah kedua remaja itu, ditambah ajakannya yang

menggoda, serta musik pengiringnya yang merangsang, penumpang-

penumpang yang tidak banyak itu pun tergelitik untuk turut menari.

Semua mereka sekarang menari. Anak gadis yang duduk di sebelahku

itu mungkin tergoda pula untuk menari. Dia menoleh kepadaku dan

berkata:

”Mari kita ikut menari, Pak.”

”Tak lah. Badan Bapak masih terasa sakit. Kau sajalah yang menari.”

”Tapi tak ada pasangan yang tersisa untukku. Ayolah. Temani saya.

Tak apalah sakit-sakit sedikit. Apa kata anak muda itu? Lupakan sejenak

segala duka. Ayo. Mari kita sejenak ikut berlupa-lupa.”

”Bapak tidak pantas menari bersamamu. Malu dilihat orang. Apa

kata mereka nanti. Si Tua yang tak tahu dituanya.”

”Semua orang sekarang gila menari. Ayolah, Pak. Ayolah. Malu

bukan lagi milik orang sekarang ini. Ayolah. Lupakan sejenak segala

duka. Mari kita bergembira.” Ditariknya tanganku. ”Saya ingin sekali

menari di atas kereta rel listrik yang berjalan.”

221221

221221

221

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

”Bagaimana rasanya melenggok di atas lantai yang bergoyang. Tak

pernah saya temukan suasana gila seperti ini, seumur-umur. Ayolah, Pak.

Mumpung ada yang mengambil inisiatif.”

Makin ditariknya tanganku, aku tak dapat mengelak. Betul juga

katanya, tak pantas berdiam diri di tengah orang yang menari. Aku

pun mengikuti ajakannya. Ikut gila di tengah kegilaan yang gila. Gadis

belia itu tersenyum melihat aku melenggok dalam kerapuhan yang tua

mengimbangi gerak lincahnya yang remaja.

”Ternyata Bapak pintar menari. Tidak kusangka,” katanya

berseloroh.

”Jangan terlampau memuji. Di atas lantai bergoyang semua orang

pandai menari.”

”Tetapi, tampak Bapak memang pintar menari. Barangkali Bapak

adalah seorang pecinta seni. Khususnya seni tari.”

Kereta rel listrik itu tiba-tiba berjalan perlahan dan berhenti.

Pasangan remaja itu turun, tanpa mematikan musik yang me-

ngumandang dari dalam

tape recorder

yang dibawanya. Orang-orang

yang menari ikut pula turun, sambil terus menari seolah tersihir musik

yang terus mengumandang dari

tape recorder

itu. Aku pun ikut terpukau

oleh musik itu, ikut turun dari gerbong, mengikuti irama musik yang

terus mengumandang itu. Kami seolah telah menjadi tikus-tikus dalam

sebuah dongeng mengikuti tiupan seruling seorang pangeran.

Tetapi aku tiba-tiba tersentak dari pukauan musik yang memukau

itu. Aku tersentak begitu kakiku menginjak peron. Aku teringat sesuatu

yang terlupa, sepatu anak laki-laki di dalam gerbong. Aku seperti

diingatkan oleh sesuatu yang mengandung gaib. Aku seperti dikem-

balikan pada kesadaran yang telah lenyap, membawa sepatu itu ke

rumah. Akan aku tunjukkan kepada anak-anakku, bahwa sepatu itu

adalah wujud sebuah duka yang sangat memilukan dari perkelahian

antarpelajar seusia mereka.

***

Di atas kereta rel listrik itu banyak orang menggunakannya untuk

segala kepentingan yang berbeda. Selain sebagai alat transportasi yang

murah dan lancar, ada pula yang memperlakukannya sebagai tempat

untuk mencari makan, baik yang halal maupun yang tidak halal.

Pencopet berkeliaran di sana pada jam-jam padat. Mereka merogoh

saku penumpang tanpa ada perlawanan. Pedagang minuman menjual

pembasah kerongkongan yang haus, pedagang permen menjual sarana

penyegar mulut. Pokoknya banyak pedagang yang memanfaatkan

keberadaan kereta rel listrik itu. Pedagang mainan, pedagang koran,

semua berteriak dan berlalu lalang, menambah pengap suasana di

dalam gerbong. Kepengapan itu dijejali lagi oleh suara para pengamen

yang melantunkan lagu-lagu sumbang. Yang terbanyak dan mereka

adalah pengemis buta. Mereka mengetuk hati para penumpang dengan

alat bantu pengeras suara, lengkap dengan musik pengiring yang telah

dirancang untuk mengiringi sebuah lagu. Namun di antara pengemis

buta itu masih ada juga yang menggunakan cara lama, menggunakan

ayat suci Al-Quran sebagai alat bantu.

222222

222222

222

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

Di atas kereta rel listrik itu banyak kesempatan untuk tempat

beraneka ragam kebutuhan.

Di stasiun kecil itu tak ada penumpang yang naik, kecuali seorang

pengemis buta. Dengan demikian, cuma aku dan pengemis itu yang

berada di dalam gerbong. Dia masih menggunakan cara lama,

menggunakan ayat suci Al-Quran sebagai alat bantu untuk mengetuk

hati penumpang. Begitu ketiga pintu itu tertutup dan kereta rel listrik

berjalan, pengemis buta itu pun mulai mengambil ancang-ancang

memulai usahanya. Kedua tangannya direntangkan menengadah ke

sebelah kiri dan ke sebelah kanan. Dia melangkah sambil menjaga

keseimbangan.

Aku tersenyum melihat kedua telapak tangan yang menengadah

itu. Suatu perbuatan yang sia-sia. Matanya yang buta itu, saat ini

merupakan karunia dalam bentuk lain. Kebutaan yang dimilikinya telah

menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi di sekelilingnya. Timbul

keinginan dalam hatiku untuk menyembunyikan realitas yang ada di

sekitarnya itu. Aku bisa menyulap semua itu hanya dengan sekeping

logam. Tentu saja aku harus merelakan beberapa keping logam untuk

itu, di tengah ayat suci Al-Quran yang sedang dikumandangkannya.

Aku hampiri pengemis buta itu. Kuletakkan sekeping logam di

telapak tangan kanannya.Dia berhenti sejenak dan berpaling ke kanan,

menunduk dan berterima kasih. Setelah itu dia melangkah.

Kuletakkan sekeping logam lagi di telapak tangan kirinya. Dia

berhenti sejenak dan berpaling ke kiri, menundukkan dan berterima

kasih. Aku tersenyum pada tipuan itu. Kuletakkan lagi sekeping uang

logam di tangan kanannya, dia sejenak berpaling ke kanan dan

berterima kasih. Kuletakkan lagi sekeping logam di tangan kirinya, ia

pun berpaling ke kiri. Begitu kulakukan berulang-ulang hingga ia

sampai di dekat sepatu anak laki-laki itu terletak. Sekeping uang logam

kuletakkan di telapak tangan kanannya, dia pun berpaling ke kanan.

Ke arah sepatu itu.

”Di sebelah kanan Bapak ada sebelah sepatu. Pemilik sepatu itu

adalah seorang anak laki-laki. Dia adalah murid salah satu sekolah yang

sedang terlibat perkelahian dengan sekolah lain. Tadi, sejumlah anak

dari sekolah yang menjadi seteru sekolahnya, memergokinya di sini

dan melemparkannya ke luar gerbong. Dia merupakan korban balas

dendam dari dua kelompok sekolah yang berseteru. Aku tak berhasil

menyelamatkan nyawanya, kecuali sebelah sepatu yang dipakainya.

Sepatu itu tertinggal di dalam dekapanku, waktu anak itu

kupertahankan saat mereka akan melemparkannya ke luar gerbong.

Menurut keyakinanku, pemilik sepatu itu telah meninggal.”

Dia berhenti melangkah. Nampak dia terguncang mendengar

penjelasanku. Dia meraba ke arah sepatu itu. Tangannya masih jauh

dari sepatu itu. Aku mendekatinya. Kutuntun tangannya ke sepatu itu.

Dia mere-nung dan meraba sepatu itu. Dipegangnya agak lama.

”Tolong bacakan Al-Fatihah untuk almarhum, si pemilik sepatu

ini,” kataku.

”Siapa nama almarhum?”

223223

223223

223

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

4

”Tak ada di antara kami yang tahu.”

Dia tarik tangannya dan berkonsentrasi memusatkan pikiran untuk

sebuah upacara yang sakral. Dipertemukannya kedua sisi telapak

tangannya di bawah dagu. Dia pun memulai membaca surat Al-Fatihah

itu. Setelah s

elesai dia melakukan upacara membaca Al-Fatihah itu,

kusentuh bahunya. Kukantongkan selembar uang ke dalam saku

bajunya.

”Uang apa ini?” katanya tersentak dan meraba saku baju itu. ”Aku

tidak sebagai penge-mis untuk Al-Fatihah itu. Biarkan aku membaca

untuk almarhum bukan karena upah.”

”Ambillah, beri kesempatan aku bersedekah untuk almarhum.”

Sebelum pergi, dia sentuh dulu sepatu itu, seperti orang menyentuh

batu nisan. Kemudian dia pergi dari sepatu itu, melangkah setapak

demi setapak, hingga dia pindah ke gerbong lain.

***

Sumber:

Sisipan ”Kakilangit”,

Horison,

Januari 2001

Setelah kamu menyimak pembacaan cerpen tersebut, jawablah

pertanyaan-pertanyaan berikut!

1. Untuk tujuan apa tokoh aku naik kereta?

2. Malapetaka apa yang terjadi di dalam kereta?

3. Mengapa malapetaka tersebut itu bisa terjadi?

4. Bagaimana sikap sekawanan remaja terhadap tokoh aku?

5. Apa yang dilakukan tokoh aku untuk mencegah tindakan brutal

sekawanan remaja terhadap anak sekolah yang dilindunginya?

6. Apa yang dilakukan anak gadis terhadap tokoh aku setelah

diperlakukan kasar oleh sekawanan remaja?

7. Tindakan apa yang dilakukan tokoh aku untuk menyelamatkan

jiwa anak sekolah yang terancam jiwanya itu?

8. Tindakan apa yang dilakukan anak muda pembawa

tape recorder

untuk menghilangkan suasana duka?

9. Bagaimana suasana dalam kereta setelah terdengar musik dari

tape recorder

?

10. Bagaimana sikap tokoh aku terhadap sepatu milik anak yang

telah dianiaya tersebut?

11. Fungsi apa saja yang muncul dari keberadaan kereta rel listrik

itu?

12. Jelaskan watak tokoh aku dalam cerita pendek tersebut?

13. Mengapa pengarang menggunakan judul ”Di Atas Kereta Rel

Listrik” pada karyanya itu?

14. Apa yang diceritakan pada cerpen tersebut?

15. Kesan apa yang kamu peroleh setelah membaca cerpen

tersebut?

224224

224224

224

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

1. Hikayat adalah karya sastra lama yang isinya mengisahkan

kehidupan di sekitar lingkungan kerajaan.

2. Notulen rapat adalah catatan yang berisi kegiatan rapat sejak

awal sampai akhir kegiatan.

3. Cerpen adalah karya sastra yang menceritkan kehidupan tokoh

secara sekilas. Yang diceritakan sebgaian kehidupan tokoh yang

paling menarik.

Sudahkah kamu menguasai berbagai kemampuan berbahasa dalam

Pelajaran 15 ini? Untuk mengukur dan meningkatkan kemampuanmu, coba

kamu praktikkan dalam kehidupanmu sehari-hari berbahasa berikut ini.

1. Carilah sebuah hikayat di perpustakaan sekolahmu. Baca dengan cermat.

Temukan hal-hal yang bermanfat yang terdapat dalam hikayat tersebut.

2. Ikuti sebuah rapat yang diselenggarakan oleh organisasi yang ada di

sekolahmu. Buatlah notulen kegiatan tersebut dengan baik.

3. Carilah sebuah cerpen yang terdapat dalam sebuah surat kabar atau

majalah. Bacalah dengan cermat. Temukan hal-hal apa saja yang

diceritakan dalam cerpen tersebut.

15

I.

Pilihlah salah satu jawaban yang benar!

Untuk nomor 1 s.d. 3 bacalah kutipan cerita berikut!

Tatkala aku masuk sekolah Mulo, demikian fasih lidahku dalam

bahasa Belanda sehingga orang yang hanya mendengarkanku berbicara

dan tidak melihat aku, mengira aku anak Belanda. Aku pun bertambah

lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda, sungguh hari-

hari ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang

berupaya sepenuh daya menyesuaikan diri dengan langgam lenggok

orang Belanda.

“Kenang-kenangan” oleh Abdul Gani A.K.

1

. Sudut pandang pengarang yang digunakan dalam penggalan

tersebut adalah ....

a.

orang pertama pelaku utama

b.

orang ketiga pelaku sampingan

c.

orang ketiga pelaku utama

d.

orang pertama dan ketiga

e.

orang ketiga serbatahu

225225

225225

225

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

2. Watak tokoh “aku” dalam penggalan cerita tersebut adalah ....

a.

percaya diri

b.

mudah menyesuaikan diri

c.

sombong

d.

rajin berusaha

e.

mudah dipengaruhi

3.

Amanat dalam penggalan cerpen tersebut adalah ...

a.

Jangan cepat menyerah pada keadaan bagaimanapun juga.

b.

Jangan membuang waktu selagi masih ada waktu.

c.

Sebaiknya kita menyesuaikan diri dengan keadaan.

d.

Jangan lupa diri bila menguasai bahasa orang.

e.

Jangan mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Untuk nomor 4 dan 5 pahami kutipan cerpen berikut!

Aku pikir aku telah tertidur beberapa jam karena pengaruh

sampanye dan letusan-letusan bisu dalam film itu. Lalu ketika aku

terbangun, kepalaku merasa terguncang-guncang. Aku pergi ke kamar

mandi. Dua dari tempat duduk di belakangku diduduki wanita tua

dengan sebelas kopor berbaring dengan posisi yang tidak sangat

karuan. Seperti mayat yang terlupakan di medan perang. Kaca mata

bacanya dengan rantai manik-manik beradu di atas lantai dan sesaat

aku menikmati kedengkianku untuk tidak mengarnbilnya.

4.

Nilai budaya yang ada dalam penggalan cerpen tersebut adalah

....

a.

mabuk-mabukan

b.

menonton film

a.

minum sampanye

c.

dengki terhadap orang lain

d.

tidak peduli terhadap orang lain

5.

Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang adalah ....

a.

cara orang pertama

b.

cara orang kedua

c.

cara orang ketiga

d.

cara orang pertama dan ketiga

e.

cara orang kedua dan ketiga

Untuk nomor 6 dan 7 pahami kutipan cerpen berikut!

Sebermula maka Sri Rama dan Laksamana pun pergilah mencari

Sita Dewi. Maka ia pun berjalanlah di dalam hutan rimba belantara.

Beberapa lamanya berjalan, mereka itu tiada bertemu tempat

menanyakan waktu Sita Dewi. Maka dilihatnya ada seekor burung

beti

na. Maka Sri Rama pun bertanya, “Hai burung, adakah engkau

melihat istriku dilarikan orang?”

226226

226226

226

u

Belajar Efektif

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

Bahasa Indonesia 2

untuk SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial

u

Sahut burung jantan itu, “Engkau yang bernama Sri Rama? Aku

dengar masyhur namamu laki-laki dan gagah berani tiada terlawan di

tengah medan peperangan. Akan binimu tiadalah terpelihara,

perempuan seorang. Lihatlah olehmu aku ini, empat ekor biniku lagi

dapat aku peliharakan, konon engkau manusia dua orang pula

saudaramu tiadakah dapat memeliharakan binimu itu.

6. Isi kutipan ceria tersebut mengungkapkan ...

a.

Sri Rama mencari istrinya Sita Dewi.

b.

Laksamana sedang mencari istrinya.

c.

Ejekan burung jantan kepada Sri Rama yang tidak bisa menjaga

istrin

ya.

d.

Kehidupan burung jantan yang berbahagia dengan keempat

istrin

ya.

e.

Sri Rama raja yang termasyhur dan gagah berani.

7.

Nilai moral yang tersirat dalam kutipan cerita tersebut adalah ...

a.

Kasih sayang seorang suami terhadap istrinya.

b.

Keberanian seorang suami dalam membela istrinya.

c.

Tabah menerima ejekan orang.

d.

Tabah dalam menerima segala penderitaan.

e.

Keadilan yang diberikan oleh suami kapada istrinya.

8.

Yang termasuk pelengkap notulen rapat adalah ....

a.

ketua rapat

d.

susunan acara

b.

notulis

e.

daftar hadir peserta

c.

ringkasan

9.

Catatan yang berisi kegiatan rapat disebut ....

a.

notulen

d.

rangkuman

b.

notulis

e.

ringkasan

c.

catatan

10.

Pada dasarnya rapat dilaksanakan bertujuan untuk ....

a.

mencari masalah

b.

menyelesaikan masalah

c.

mempermasalahkan masalah

d.

memperdebatkan masalah

e.

merumuskan masalah

II. Jawablah pertanyaan berikut dengan benar!

1. Apa yang kamu ketahui tentang hikayat?

2.

Sebutkan unsur-unsur instrinsik hikayat!

3. Hal-hal apa saja yang harus ada dalam sebuah notulen rapat?

4. Apa yang disebut cerpen?

5. Jelaskan perbedaan cerpen dengan hikayat!